Jumat, 21 Maret 2014

Teori - teori yang berhubungan dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah



Metode Ilmiah

Metode Ilmiah berdasarkan dari dua suku kata yaitu : Metode dan Ilmiah .
Metode
Metode dapat diartikan sebagai sebuah cara yang teratur dan sistematis , untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu .
Ilmiah
Ilmiah bersifat ilmu . Diatur sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pasti , Prosedur Ilmiah .

1. Menurut Almadk (1939)
”Metode Ilmiah adalah suatu cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan , pengesahan , dan penjelasan kebenaran .”
2. Menurut Ostle (1975)
“Metode Ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh suatu interelasi .”

Secara Umum
Metode Ilmiah atau Proses Ilmiah merupakan suatu proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis , berdasarkan bukti fisis . Ilmuwan melakukan observasi serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam . Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut , diuji dengan melakukan eksperimen . Jika , suatu hipotesis lolos uji berkali-kali , maka hipotesis tersebut dapat menjadi sebuah Teori Ilmiah .
Selain itu , metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan , untuk memecahkan masalah yang dihadapi . Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis , teratur , dan terkontrol .

Unsur utama Metode Ilmiah :
  1. Karakteristik (Observasi dan Pengukuran)
  2. Hipotesis (Penjelasan teoritis yang merupakan dugaan atas hasil observasi dan Pengukuran)
  3. Prediksi (Deduksi Logis dari Hipotesis)
  4. Eksperimen (Pengujian semua hal di atas)
Karakteristik Metode Ilmiah : 
  • Karya Ilmiah Harus Berdasarkan Fakta
Menulis karya ilmiah harus berdasarkan fakta , bukan hasil imajinasi atau semacammnya dan Fakta itu berupa data empiris yang harus dapat diukur dan dianalisis lebih lanjut . 
  • Karya Ilmiah Harus Berdasarkan Pertimbangan Objektif 
Pertimbangan objektif didasarkan pada pertimbangan apa adanya , bukan bersifat subyektif , yang bebas dari prasangka dan kira-kira .
  • Karya Ilmiah Harus Menggunakan Asas Analisis
Maksudnya , karya ilmiah itu harus dapat dianalisis (diuraikan , dibandingkan , dan diinterpretasikan) , yang artinya karya ilmiah harus dapat menggambarkan karakteristik , fungsi , dan kaitan permasalahan satu dengan yang lainnya .
  • Karya Ilmiah Harus Bersifat Kuantitatif – Kualitatif
Pendekatan ilmiah berbeda dengan pendekatan alamiah . Pendekatan ilmiah bersifat kuantitatif , tetapi pendekatan alamiah bersifat kualitatif.
  • Karya Ilmiah Menggunakan Logika Deduktif – Hipotetik
Logika deduktif adalah penalaran yang sudah memiliki kebenaran , yang pasti baik dari hasil penelitian para pakar atau yang lainnya . Kebenaran hipotesis harus dibuktikan secara empiris , melalui penelitian lapangan , maka disebut bahwa karya ilmiah tersebut sesuai logika deduktif - hipotetik .
  • Karya Ilmiah Harus Menggunakan Logika Induktif - Generalisasi
Kebenaran hipotesis bersifat rasional , oleh karenanya bersifat sementara . Untuk memperoleh kebenaran ilmiah , masih harus dibuktikan dengan data empiris hasil penelitian . Kesimpulan dari data empiris bersifat generalisasi , sedangkan kesesuaian data empiris dengan pemikiran rasional hipotesis disebut asas korespondensi . Kesimpulan yang bersifat generalisasi dari data empiris disebut logika induktif , yang kebenarannya bersifat probabilistik .
Langkah-Langkah Dalam Metode Ilmiah :
  • Perumusan Masalah
Permasalahan merupakan pertanyaan ilmiah yang harus diselesaikan . Permasalahan dinyatakan dalam pertanyaan terbuka , yaitu pertanyaan dengan jawaban berupa suatu pernyataan , bukan jawaban ya atau tidak .
  1. Batasi permasalahan seperlunya agar tidak terlalu luas . 
  2. Pilih permasalahan yang penting dan menarik untuk diteliti . 
  3. Pilih permasalahan yang dapat diselesaikan secara eksperimen .
  • Penyusunan Kerangka Berfikir
Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hpotesis yang merupakan argumentasi , menjelaskan hubungan yang mungkin antara berbagai factor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan . Kerangka berfikir di susun secara rasional , berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya , dengan memperhatikan factor- factor empiris yang relevan dengan permasalahan .
  • Perumusan Hipotesa
Hipotesis merupakan suatu ide atau dugaan sementara tentang penyelesaian masalah yang diajukan dalam proyek ilmiah . Hipotesis dirumuskan atau dinyatakan sebelum penelitian , atas topik proyek ilmiah yang dilakukan , karenanya kebenaran hipotesis ini perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian secara seksama . Yang perlu diingat , jika menurut hasil pengujian ternyata hipotesis tidak benar , bukan berarti penelitian yang dilakukan salah .
  1. Gunakan pengalaman atau pengamatan lalu , sebagai dasar hipotesis .
  2. Rumuskan hipotesis sebelum memulai proyek eksperimen .
  • Pengujian Hipotesa
Eksperimen dirancang dan dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan . Perhitungkan semua variabel , yaitu semua yang berpengaruh pada eksperimen .
Terdapat tiga jenis variabel yang perlu diperhatikan pada eksperimen :
  1. Variabel bebas
  2. Variabel terikat
  3. Variabel kontrol .
Varibel bebas merupakan variabel yang dapat diubah secara bebas .
Variabel terikat adalah variabel yang diteliti , yang perubahannya bergantung pada variabel bebas .
Variabel kontrol adalah variabel yang selama eksperimen dipertahankan tetap .
  1. Usahakan hanya satu variabel bebas selama eksperimen.
  2. Pertahankan kondisi yang tetap pada variabel-variabel yang diasumsikan konstan .
  3. Lakukan eksperimen berulang kali untuk memvariasi hasil .                                                                 
  4. Catat hasil eksperimen secara lengkap dan seksama .
  • Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan proyek merupakan ringkasan hasil proyek eksperimen dan pernyataan , bagaimana hubungan antara hasil eksperimen dengan hipotesis . Alasan-alasan untuk hasil eksperimen yang bertentangan dengan hipotesis termasuk di dalamnya . Jika dapat dilakukan , kesimpulan dapat diakhiri dengan memberikan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut .
Jika hasil eksperimen tidak sesuai dengan hipotesis :
1.      Jangan ubah hipotesis .
2.      Jangan abaikan hasil eksperimen . 
3.      Berikan alasan yang masuk akal mengapa tidak sesuai . 
4.      Berikan cara-cara yang mungkin dilakukan selanjutnya , untuk menemukan penyebab ketidaksesuaian .
5.      Bila cukup waktu lakukan eksperimen sekali lagi atau susun ulang eksperimen .

Sikap Ilmiah 
Pengertian Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” , attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” , yang berarti keadaan siap secara mental untuk melakukan kegiatan . Sedangkan , sikap ilmiah menurut sumber lain diartikan sebagai laporan tertulis dan diterbitkan , yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan .

Menurut beberapa tokoh , pengertian dari sikap ilmiah , sebagai berikut :

Baharuddin (1982:34)
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh Para Ilmuwan saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan atau kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis , melalui langkah-langkah ilmiah .

White (1998)
Wilayah sikap mencakup juga wilayah kognitif . Sikap dapat membatasi atau mempermudah peserta didik untuk menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai . Peserta didik tidak akan berusaha untuk memahami suatu konsep , jika dia tidak memiliki kemauan untuk itu . Karena itu , sikap seseorang terhadap mata pelajaran sangat berpengaruh pada keberhasilan kegiatan pembelajarannya . 

Mukayat Brotowidjoyo (1985 :31-34)
Beberapa sikap ilmiah yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan masalah berdasarkan metode ilmiah , antara lain :
  • Sikap Ingin Tahu
Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya .
  • Sikap Kritis
Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin , berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibandingkan kelebihan–kekurangannya , cocok-tidaknya , benar-tidaknya , dan lain sebagainya .
  • Sikap Obyektif
Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya , tanpa diikuti perasaan pribadi .
  • Sikap Ingin Menemukan
Selalu memberikan saran-saran untuk bereksperimen baru . Kebiasaan menggunakan eksperimen-eksperimen dengan cara yang baik dan konstruktif . Selalu memberikan konsultasi yang baru dari pengamatan yang dilakukannya .
  • Sikap Menghargai Karya Orang Lain
Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas , sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain .
  • Sikap Tekun
Tidak bosan mengadakan penyelidikan , bersedia mengulangi eksperimen yang hasilnya meragukan , tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai . Terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya , ia berusaha bekerja dengan teliti .
  • Sikap Terbuka
Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat , argumentasi , kritik , dan keterangan orang lain , walaupun pada akhirnya pendapat , argumentasi , kritik , dan keterangan orang lain tersebut , tidak diterima , karena tidak sepaham atau tidak sesuai .

Daftar Pustaka :
 http://astri-indah.blogspot.com/2014/03/teori-teori-yang-berhubungan-dengan_18.html

Teori - teori yang berhubungan dengan penalaran


Pengertian Penalaran Menurut Para Ahli:

1.   Bakry (1986:1) menyatakan bahwa Penalaran atau Reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.

2.  Suriasumantri (2001:42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.

3.   Keraf (1985:5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan fakta-fakta atau data yang sistematik menuju suatu kesimpulan berupa pengetahuan. Dengan kata lain, penalaran merupakan sebuah proses berpikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis.

Teori – teori yang berhubungan dengan penalaran
1.      Penalaran Moral
           
Setiono (dalam Muslimin, 2004) menjelaskan bahwa menurut teori penalaran moral, moralitas terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana orang sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk. Moralitas pada dasarnya dipandang sebagai pertentangan (konflik) mengenai hal yang baik disatu pihak dan hal yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik tersebut mencerminkan keadaan yang harus diselesaikan antara dua kepentingan, yakni kepentingan diri dan orang lain, atau dapat pula dikatakan keadaan konflik antara hak dan kewajiban.

Hurlock (1978) mengemukakan bahwa tingkah laku moral berarti tingkah laku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Pengertian ini hampir sama dengan pendapat sebagian besar ahli psikologi dalam menerangkan masalah moral. Penganut teori behaviorisme menyatakan bahwa moral itas identik dengan konfonnitas terhadap aturan-aturan sosial. Nilai moral merupakan evaluasi dari tindakan yang dianggap baik oleh anggota masyarakat tertentu. Dengan demikian jelas bahwa pemahaman moral merupakan proses internalisasi dari norma budaya atau norma dari orangtua (Setiono, 1993).

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg,Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.

Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.

2.      Penalaran Hukum

Penalaran hukum (legal reasoning) adalah kegiatan berpikir problematis tersistematis (gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum dapat didefinisikan sebagai kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset).

Kenneth J. Vandevelde menyebutkan lima langkah penalaran hukum, yaitu:

1.Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin,  biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan (identify the applicable sources of law);

2.Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan aturan hukum yang mungkin dan kebijakan dalam aturan tersebut (analyze the sources of law);

3.Mensintesiskan aturan hukum tersebut ke dalam   struktur yang koheren, yakni strukturmyang   mengelompokkan aturan-aturan khusus di bawah   aturan   umum (synthesize the applicable rules of law into a coherent structure); 

4.Menelaah fakta-fakta yang tersedia (research the available facts);

5.Menerapkan struktur aturan tersebut kepada fakta-fakta untuk memastikan hak atau kewajiban yang timbul dari fakta-fakta itu, dengan menggunakan kebijakan yang terletak dalam aturan-aturan hukum dalam hal memecahkan kasus-kasus sulit (apply the structure of rules to the facts).

Gr. van der Brught dan J.D.C. Winkelman menyebutkan tujuh langkah yang harus dilakukan seorang hakim dalam menghadapi suatu kasus antara lain: 

1.Meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus) atau memaparkan kasus dalam sebuah ikhtisar (peta), artinya memaparkan secara singkat duduk perkara dari sebuah kasus (menskematisasi);

2.Menerjemahkan kasus itu ke dalam peristilahan yuridis (mengkualifikasi, pengkualifikasian);

3.Menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan;

4.Menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap aturan-aturan hukum itu;

5.Menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus;

6.Mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen dan penyelesaian;

7.Merumuskan (formulasi) penyelesaian.

Sedangkan Shidarta menyebutkan enam langkah utama penalaran hukum, yaitu:

1.Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu struktur (peta) kasus yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi;

2.Menghubungkan (mensubsumsi) struktur kasus ter-sebut dengan sumber-sumber hukum yang relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan hukum dalam peristilahan yuridis (legal term);

3.Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung di dalam aturan hukum itu (the policies underlying those rules), sehingga dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang koheren;

4.Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus; 

5.Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin;

6. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan sebagai putusan akhir.


Daftar pustaka :

http://sucimutiara10.blogspot.com/2013/03/pengertian-penalaran-dan-macam-macam.html


staff.uny.ac.id/sites/default/files/Perkemb%20moral-Kul%20PPD.pdf

arsip.uii.ac.id/files/2012/08/05.2-bab-223.pdf

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22889/4/Chapter%20II.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg

http://habibulumamt.blogspot.com/2013/06/teori-penalaran-hukum-legal-reasoning_10.html