1.
PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Kepribadian didefinisikan
sebagai ciri-ciri kejiwaan dalam diri yang menentukan dan mencerminkan
bagaimana seseorang berespon terhadap lingkungannya. Penekanan dalam definisi
ini adalah pada sifat-sifat dalam diri atau sifat-sifat kewajiban yaitu
kualitas, sifat, pembawaan, kemampuan mempengaruhi orang dan perangai khusus
yang membedakan satu individu dari individu lainnya. Kepribadian cenderung
mempengaruhi pilihan seseorang terhadap produk. Sifat-sifat inilah yang
mempengaruhi cara konsumen merespon usaha promosi para pemasar, dan kapan, di
mana, dan bagaimana mereka mengkonsumsi produk dan jasa tertentu. Karena itu,
identifikasi teerhadap karakteristik kepribadian khusus yang berhubungan dengan
perilaku konsumen sangat berguna dalam penyusunan strategi segmentasi pasar
perusahaan.
Sifat-sifat Dasar Kepribadian :
Sifat-sifat Dasar Kepribadian :
1) Kepribadian mencerminkan
perbedaan individu
Karena karakterisitik dalam
diri yang memebentuk kepribadian individu me rupakan kombinasi unik berbagai
faktor, maka tidak ada dua individu yang betul-betul sama. Kepribadian
merupakan konsep yang berguna karena memungkinkan kita untuk menggolongkan
konsumen ke dalam berbagai kelompok yang berbeda atas dasar satu atau beberapa
sifat.
2) Kepribadian bersifat
konsisten dan bertahan lama
Suatu kepribadian umumnya
sudah terlihat sejak manusia berumur anak-anak , hal ini cenderung akan
bertahan secara konsisten membentuk kepribadian ketika kita dewasa. Walaupun
para pemasar tidak dapat merubah kepribadian konsumen supa ya sesuai dengan
produk mereka, jika mereka mengetahui, mereka dapat berusaha me narik perhatian
kelompok konsumen yang menjadi target mereka melalui sifat-sifat relevan yang
menjadi karakteristik kepribadian kelompok konsumen yang bersangku tan.
Walaupun kepribadian konsumen mungkin konsisten, perilaku konsumsi mereka s
ering sangat bervariasi karena berbagai faktor psikologis, sosiobudaya,
lingkung an, dan situasional yang mempengaruhi perilaku.
3) Kepribadian dapat
berubah
Kepribadian dapat mengalami
perubahan pada berbagai keadaan tertentu. Karena adanya berbagai peristiwa
hidup seperti kelahiran, kematian, dan lain sebagainya. Kepribadian seseorang
berubah tidak hanya sebagai respon terhadap berbagai peristiwa yang terjadi
tiba-tiba, tetapi juga sebagai bagian dari proses menuju ke kedewasaan secara
berangsur-angsur.
2. TEORI KEPRIBADIAN
2.1 Teori Freud
Teori ini dibangun atas
dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari, terutama
dorongan seksual dan dorongan biologis lainnya, merupakan inti dari motivasi
dan kepribadian manusia. Didasarkan kepada analisisnya , Freud mengemukakan
bahwa kepribadian manusia terdiri dari 3 sistem yang saling mempengaruhi yaitu
id, superego, dan ego.
Id dirumuskan sebagai
“gudang” dari berbagai dorongan primitif dan impulsif berupa kebutuhan
fisiologis dasar seperti rasa haus, lapar, dan seks yang diusahakan individu
untuk segera dipenuhi, terlepas dari bagaimana cara yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan itu.
Sedangkan superego
dirumuskan sebagai pernyataan diri individu mengenai moral dan kode eti k yang
berlaku di dalam masayarakat. Peran superego adalah menjaga agar individu
tersebut memuaskan kebutuhan dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
Terakhir, yaitu ego,
merupakan pengendalian individu secara sadar. Fungsinya sebagai p emantau dalam
diri manusia yang berusaha menyeimbangkan tuntutan id yang impulsi f dengan
kendala sosial buadaya atas superego.
Freud juga menekankan bahwa
kepribadian individu dibentuk ketika ia mela lui beberapa tahap khas
perkembangan bayi dan masa kanak-kanak. Tahap-tahap ini terdiri dari tahap
oral, anal, phallic, laten, dan genital. Menurut teori Freud, kepribadian orang
dewasa ditentukan oleh seberapa baik dia menghadapi krisis ya ng dialami selama
melalui setiap tahap ini.
Para peneliti yang
menerapkan teori psikionalitis Freud pada studi kepribadian konsumen percaya
bahwa dorongan pada manusia sebagian besar tidak disadari dan bahwa para
konsumen terutama tidak menyadari alasan mereka yang sebenarnya atas pembelian
suatu jenis barang / jasa tertentu. Para peneliti ini cenderung memandang bahwa
pembelian konsumen dan kepemilikan barang oleh konsumen sebagaicerminan dari
kepribadian individu yang bersangkutan.
2.2 Teori Kepribadian
Neo-Freud
Penganut Neo-Freud percaya
bahwa hubungan sosial menjadi dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian.
Alfred Adler memandang manusia berusaha supaya
dapat mencapai berbagai sasaran yang rasional yang disebutnya gaya hidup. Dia juga banyak menekankan pada usaha individu untuk mengatasi perasaan rendah diri. Harry Stack Sullivan menekankan bahwa manusia terus menerus berusaha membangun hubungan yang berarti dan bermanfaat dengan orang lain. Ia terutama tertarik pada
berbagai usah individu untuk mengurangi tekanan, seperti kegelisahan. Karen Horney juga memfokuskan pada pengaruh hubungan anak-orang tua, dan keinginan individu untuk mengatasi perasaan gelisah.
dapat mencapai berbagai sasaran yang rasional yang disebutnya gaya hidup. Dia juga banyak menekankan pada usaha individu untuk mengatasi perasaan rendah diri. Harry Stack Sullivan menekankan bahwa manusia terus menerus berusaha membangun hubungan yang berarti dan bermanfaat dengan orang lain. Ia terutama tertarik pada
berbagai usah individu untuk mengurangi tekanan, seperti kegelisahan. Karen Horney juga memfokuskan pada pengaruh hubungan anak-orang tua, dan keinginan individu untuk mengatasi perasaan gelisah.
Banyak pemasar menggunakan
teori Neo-Freud ini secar intuitif. Misalnya jika seorang pemasar ingin
memposisikan produk mereka sebagai produk yang memberikan kesempatan menjadi
bagian dan dihargai orang lain dalam lingkkungan kelompok / sosial tertentu,
maka pemposisian produk tersebut berdasarkan pengggambaran karakterisitik
individu yang yang patuh menurut Horney.
2.3 Teori Sifat
Teori sifat merupakan awal
penting berpisahnya dari pengukuran kualitatif yang menjadi ciri khas gerakan
pengikut Freud dan Neo-Freud. Orientasi Teori Sifat terutama bersifat
kuantitatif / empiris. Teori ini memfikuskan pada pengukuran kepribadian
menurut karakteristik psikologis khusus yang disebut sifat. Sifat didefinisikan
sebagai cara yang khas dan relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang
individu dari individu lain. Tes sifat kepribadian tunggal yang dipilih (yang
hanya mengukur satu sifat) sering disusun terutama untuk dipakai dalam studi
perilaku konsumen.
Tes kepribadian ini
mengukur berbagai sifat seperti keinovatifan konsumen (seberapa besar kemauan
seseorang untuk menerima berbagai pengalaman baru), materialisme konsumen
(tingkat kecenderungan konsumen pada “kepemilikan duniawi”), dan etnosentrisme
konsumen (kemungkinan konsumen untuk menerima/ menoilak berbagai produk buatan
luar negeri). Para peneliti sifat telah menemukan bahwa biasanya lebih
realistis mengharapkan kepribadian berhubungan dengan cara konsumen membuat
pilihan mereka atas konsumsi golongan produk yang luas, bukan atas merk
tertentu.
3. KEPRIBADIAN DAN MEMAHAMI
PERBEDAAN KONSUMEN
3.1 Keinovatifan konsumen
dan sifat kepribadian yang berkaitan
Para praktisi pemasaran
berusaha mempelajari semua yang dapat mereka pelajarai mengenai invator
konsumen karena respon pasar para inovator konsumen sering menjadi petunjuk
atas faktor-faktor yang akhirnya akan menentukan sukses tidaknya produk / jasa
baru tertentu. Inovator konsumen yaitu mereka yang cenderung menjadi orang
pertama mencoba berbagai produk, jasa atau praktik baru.
Sifat kepribadian yang
berguna untuk membedakan anatar inovator konsumen
dan bukan inovator meliputi sifat-sifat konsumen sebagai berikut:
-Keinovatifan
Para peneliti konsumen telah berusaah menyusun instrumen pengukuran untuk menaksir tingkat keinovatifan konsumen, karena ukuran sifat kepribadian tersebut memberikan wawasan yang penting mengenai sifat dan batas-batas kesediaan konsumen untuk berinovasi.
-Dogmatisme
Dogmatisme adalah sebuah sifat kepribadian yang mengukur tingkat kekakuan (versus keterbukaan) yang ditunjukkan individu terhadap hal yang belum dikenal dengan baik dan terhadap informasi yang berlawanan dengan kepercayaan mereka yang sudah mendalam.
-Karakter Sosial
Karakter sosial adalah sifat kepribadian yang berkisar dari pengarahan diri sendiri dan pengarahan oleh orang lain. Para konsumen yang diarahkan oleh diri sendiri cenderung menyandarkan pada nilai-nilai / standar dalam diri mereka sendiri dalam menilai berbagai produk barudan berkemungkinan menjadi konsumen inovator. Mereka cenderung tertarik pada tipe pesan promosi yang berbeda terutama iklan yang menkankan sifat-sifat produk dan manfaat pribadi. Sedangkan poara konsumen yang diarahkan oleh orang lain cenderung mencari petunjuk dari orang lain mengenai apa yang betul dan apa yang salah. Mereka cenderung menyukai iklan-iklan yang menonjolkan lingkungan masyarakat / penerimaan masyarakat yang disetujuinya. Jadi,para individu yang diarahkan oleh orang lain mungkin lebih mudah dipengaruhi.
dan bukan inovator meliputi sifat-sifat konsumen sebagai berikut:
-Keinovatifan
Para peneliti konsumen telah berusaah menyusun instrumen pengukuran untuk menaksir tingkat keinovatifan konsumen, karena ukuran sifat kepribadian tersebut memberikan wawasan yang penting mengenai sifat dan batas-batas kesediaan konsumen untuk berinovasi.
-Dogmatisme
Dogmatisme adalah sebuah sifat kepribadian yang mengukur tingkat kekakuan (versus keterbukaan) yang ditunjukkan individu terhadap hal yang belum dikenal dengan baik dan terhadap informasi yang berlawanan dengan kepercayaan mereka yang sudah mendalam.
-Karakter Sosial
Karakter sosial adalah sifat kepribadian yang berkisar dari pengarahan diri sendiri dan pengarahan oleh orang lain. Para konsumen yang diarahkan oleh diri sendiri cenderung menyandarkan pada nilai-nilai / standar dalam diri mereka sendiri dalam menilai berbagai produk barudan berkemungkinan menjadi konsumen inovator. Mereka cenderung tertarik pada tipe pesan promosi yang berbeda terutama iklan yang menkankan sifat-sifat produk dan manfaat pribadi. Sedangkan poara konsumen yang diarahkan oleh orang lain cenderung mencari petunjuk dari orang lain mengenai apa yang betul dan apa yang salah. Mereka cenderung menyukai iklan-iklan yang menonjolkan lingkungan masyarakat / penerimaan masyarakat yang disetujuinya. Jadi,para individu yang diarahkan oleh orang lain mungkin lebih mudah dipengaruhi.
1. Tingkat stimulasi optimum
(TSO) : Tingkat
stimulasi optimum(TSO) berkaitan dengan kesediaan yang lebih besar untuk mengambil
resiko, mencoba berbagai produk baru, menjadi inovatif, mencari informasi yang
berhubungan dengan pembelian, dan menerima fasilitas eceran yang baru daripada
TSO yang rendah. Skor TSO juga kelihatan mencerminkan tingkat stimulasi gaya
hidup yang diingini seseorang. Sebagai contoh, para konsumen yang gaya hidup
sebenarnya sama dengan skor TSO mereka kelihatan sangat puas, sedangkan
orang-orang yang gaya hidupnya kurang memperoleh stimulasi, mungkin pemborosan.
Sedangkan mereka yang mempunyai gaya hidup yang berlebihan, mungkin mencari
ketenangan atau kelegaan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara gaya hidup
konsumen dan TSO mereka mungkin mempengaruhi pilihan mereka akan produk dan
jasa serta cara mereka mengatur dan menggunakan waktu mereka.
2.Pencari Variasi -
Kesenangan Baru : Ada
berbagai tipe konsumen pencari variasi : perilaku pembelian yang bersifat
penyelidikan ( misalnya berpindah merek untuk mengalami berbagai pilihan baru
dan mungkin alternatif yang lebih baik), penyelidikan pengalaman orang lain
(misalnya memperoleh informasi mengenai pilihan baru atau berbeda dan kemudian
memikirkan atau merenungkan pilihan tersebut), dan keinovatifan pemakaian (
menggunakan produk yang sudah bisa dipakai dengan cara baru). Para pemasar
sampai tingkat tertentu diuntungkan jika menawarkan berbagai pihan tambahan
kepada para konsumen yang lebih mencari variasi produk, karena konsumen yang
mempunyai kebutuhan yang tinggi akan variasi cenderung mencari pasar yang
menyediakan berbagai lini produk. Namun jika produk yang ditaearkan terlalu banyak
memiliki keistimewaan, konsumen mungkin akan berpaling dan menghindari lini
produk yang mempunyai terlalu banyak variasi. Akhirnya parapemasar harus
menempuh jalan yang tepat, yaitu jangan terlalu banyak, dan jangan terlalu
edikit pilihan yang ditawarkan kepada konsumen.
3.2 Faktor Kepribadian
Kognitif
Kepribadian kognitif
mempengaruhi berbagai aspek perilaku konsumen. Khusunya – dua sifat kepribadian
kognitif – kebutuhan akan kognisi dan orang-orang yang suka visual (pengamat)
versus orang-orang yang suka verbal (kata-kata)
Kebutuhan Akan Kognisi : Kebutuhan ini mengukur
kebutuhan atau kesenangan seseorang untuk berpikir. Konsumen yang tinggi Kknya
mungkin lebih responsif terhadap bagian iklan yang banyak memuat informasi atau
dekripsi yang berhubungan dengan produk. Konsumen yang relatif rendah Kknya
mungkin lebih tertarik pada latar belakang atau aspek di sekitar iklan, seperti
model yang menarik atau selebriti yang terkenal.
Riset kepribadian kognitif menggolongkan konsumen ke dalam kelompok orang yang suka visual ( konsumen yang lebih menyukai informasi visual dan produk yang menekankan pada penawaran visual, seperti keanggotaan dalam klub videotape) dan orang yang suka verbal ( konsumen yang lebih menyukai informasi dan produk tertulis atau verbal, seperti keanggotaan dalam klub buku atau klub audiotape). Beberapa pemasar menekankan dimensi visualyang kuat untuk menarik orang yang suka visual, yang lain mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban, atau menonjolkan uraian atau penjelasan yang terinci untuk menarik perhatian orang yang suka verbal.
3.3 Dari Materialisme
Konsumen Samapai Ke Konsumen Yang Kompulsif
Materialisme Konsumen : Materialisme sebagai sifat
kepribadian membedakan antara individu yang menganggap kepemilikan barang
sangat penting bagi identitas dan kehidupan mereka, dan orang-orang yang
menganggap kepemilikan barang merupakan hal yang sekunder. Ciri-ciri orang yang
materialistis yaitu : (1) mereka sangat menghargai barang-barang yang dapat
diperoleh dan dapat dipamerkan; (2) mereka sangat egosentris dan egois;(3)
mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang ( misalnya mereka ingin
mempunyai berbagai barang, bukannya gaya hidup yang teratur dan sederhana
saja); (4) kebanyakan milik mereka tidak memberikan kepuasan pribadi yang lebih
besar (maksudnya barang-barang milik mereka tidak memberikan kebahagiaan yang
lebih besar).
Perilaku Konsumen yang
Mendalam
Diantara materialisme dan
desakan untuk membeli atau memiliki terdapat gagasan keterikatan yang mendalam
dalam mengkonsumsi atau memiliki. Seperti materialisme, perilaku konsumsi yang
mendalam termasuk perilaku yang normal dan diterima secara sosial. Para
konsumen yang berperasaan mendalam tidak merahasiakn barang-barang atau
pembelian barang yang diminatinya sebaliknya mereka sering mempertunjukkannya,
dan keterlibatan mereka secara terbukadilakukan bersama-sama orang lain yang
mempunyai minat yang sama. Dalam dunia kolektor serius, terdapat berjuta-juta
konsumen yang medalam ang berusaha memenuhi minat mereka dan menambah koleksi mereka.
Karakteristik konsumen yang mendalam yaitu : (1) minat yang dalam (mungkin
penuh gairah) terhadap barang atau golongan produk tertentu (2) kesediaan untuk
bepergian jauh dalam rangka menambah contoh-contoh barang atau golongan produk
yang diminati, dan (3) dedikasi untuk mengorbankan uang dan waktu yang banyak
secara bebas untuk mencari barang atau produk tersebut. Bagi konsumen yang
menda lam, bukan hanya muncul keterlibatan yang berjangka panjang atas golongan
barang itu sendiri tetapi juga intensifnya keterlibatan atas proses memperoleh
barang itu ( kadang-kadang disebut perburuan).
Perilaku Konsumsi yang
Kompulsif : Konsumsi
yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh ”sisi
gelap konsumsi”. Para konsumen yang kompulsif cenderung kecanduan; dalam
beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat
berakibat merusak diri sendiri dan orang-orang di sekeliling mereka. Contohnya
adalah berjudi yang tidak dapat dikendalikan, kecanduan obat bius alkoholisme,
dan berbagai penyimpangan makanan dan minuman. Untuk mengendalikan atau
menghilangkan masalah kompulsif tersebut biasanya diperlukan beberapa tipe
terapi atau perlakuan klinis.
4.
KEPRIBADIAN MERK
Kepribadian merk
menghubungkan berbagai sifat atau karakteristik ”mirip-kepribadian” pada
berbagai merk di berbagai macam golongan produk. Citra merek yang mirip
kepribadian seperti itu mencerminkan visi konsumen mengenai intisari dari
berbagai merek produk konsumen yang kuat.
Personifikasi Merk : Personifikasi merek
yaitu berusaha menuangkan kembali persepsi konsumen mengenai sifat-sifat produk
atau jasa ”karakter manusiawi”. Banyak konsumen yang menyatakan perasaan diri
mereka mengenai produk atau merek menurut kepribadian yang mereka kenal.
Mengenali hubungan kepribadian merek konsumen sekarang ini atau menciptakan
hubungan kepribadian untuk produk baru merupakan tugas pemasaran yang penting.
Mr. Coffee, merek alat pembuat kopi yang populer dan menetes secara otomatis
menggambarkan hubungan konsumen-merek. Para konsumen menyebut Mr.Coffee
seolah-olah produk tersebut adalah seseorang. Jadi Mr.Coffee dipandang sebagai
seseorang yang dapat diandalkan, bersahabat, efisien, cerdas, dan hebat. Ada
lima dimensi yang menentukan kepribadian merek yaitu ketulusan, kegairahan,
kemampuan, kecanggihan, dan kekuatan, dan segi-segi kepribadian yang mengalir
dari tiap dimensi seperti ketulusan hati, keberanian, cerdas, dan luwes.
Kerangka ini cenderung menampung berbagai kepribadian merek yang dikejar oleh
berbagai produk konsumen.
Kepribadian Produk Dan Gender : Kepribadian produk atau pesona sering melengkapi produk atau merek dengan gender. Pemberian gender sebagai bagian dari gambaran kepribadian produk sesuai sekali dengan realitas pasar bahwa produk dan jasa, pada umumnya dipandang oleh konsumen mempunyai gender. Misalnya kopi dan pasta gigi merupakan produk maskulin, sedangkan sabun mandi dan shampo dipandang sebagai produk feminin.
Kepribadian Dan Warna : Konsumen tidak hanya
mengaitkan sifat-sifat kepribadian ke produk dan jasa tetapi mereka juga
cenderung menghubungkan berbagai faktor kepribadian ke berbagai warna khusus.
Contohnya, Coca Cola dihubungkan dengan merah yang mengandung arti kegembiraan.
Kuning dihubungkan dengan sesuatu yang baru, dan hitam sering mengandung arti
kecanggihan. Kombinasi hitam dan putih menunjukkan bahwa produk dibuat dengan
teliti, berteknologi tinggi, dan desainnya canggih. Nike menggunakan warna
hitam, putih, dan sedikit merah untuk berbagai model sepatu olahraganya yang
terpilih yang secara tidak langsung menyatakan ”sepatu olahraga berkinerja
tinggi”. Untuk mengungkapkan pandangan tersebut, para peneliti menggunakan
berbagai macam teknik pengukuran kualitatif,seperti observasi, kelompok fokus,
wawancara yang mendalam, dan teknik proyektif.
5. DIRI DAN CITRA DIRI
Citra diri atau persepsi mengenai diri sangat erat hubungannya dengan kepribadian, di mana orang cenderung membeli produk dan jasa serta menjadi pelanggan perusahaan ritel yang mempunyai citra atau kepribadian yang cocok dengan citra diri mereka sendiri.
Satu Atau Banyak Pribadi : Secara historis,
individu dianggap mempunyai ciri-diri tunggal dan tertarik, sebagai konsumen,
pada produk dan jasa yang dapat memuaskan pribadi yang tunggal itu. Tetapi akan
lebih tepat menganggap bahwa konsumen mempunyai banyak pribadi. Konsumen
tunggal mungkin bertindak sangat berbeda terhadap orang lain yang berbeda-beda
dan dalam keadaan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, seseorang mungkin akan
berperilaku dengan cara yang berbeda kepada orang tua, di sekolah, di kantor,
menunjukkan kepribadian atau peran yang berbeda-beda sesuai situasi yang
dihadapi. Gagasan bahwa seseorang individu mewujudkan sejumlah pribadi yang
berbeda meminta para pemasar supaya membidik produk dan jasa mereka kepada konsumen
dalam konteks pribadi yang khusus dan dalam kasus-kasus tertentu, pilihan
produk yang berbeda untuk diri yang berbeda.
Susunan Citra Diri
Produk dan merk mempunyai
nilai simbolis bagi para individu yang menilainya atas dasar konsistensi (
kesesuaian ) dengan citra pribadi mereka sendiri. Pada umumnya, orang percaya
bahwa konsumen berusaha memelihara atau meningkatkan citra diri mereka dengan
memilih produk atau merk yang mempunyai citra atau kepribadian yang mereka
yakini sesuai dengan citra diri mereka sendiri dan menghindari produk yang
tidak sesuai. Riset menunjukkan bahwa para konsumen yang mempunyai hubungan
yang kuat dengan merk-merk khusus – hubungan pribadi – merk yang positif –
memandang merk tersebut sebagai mewakili aspek tertentu dalam diri mereka.
Beberapa ragam citra-diri sebagai berikut:
1.Citra-diri aktual,
yaitu bagaimana konsumen memandang diri mereka dalam
kenyataanya.
2.Citra-diri ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin memandang diri mereka.
kenyataanya.
2.Citra-diri ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin memandang diri mereka.
3.Citra-diri sosial,
yaitu bagaimana konsumen merasa orang lain memendang
mereka.
4.Citra-diri sosial ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin dipandang oleh orang lain.
5.Citra-diri yang diharapkan, yaitu bagaimana konsumen diharapkan memandang diri mereka di waktu tertentu di masa yang akan datang.
mereka.
4.Citra-diri sosial ideal, yaitu bagaimana konsumen ingin dipandang oleh orang lain.
5.Citra-diri yang diharapkan, yaitu bagaimana konsumen diharapkan memandang diri mereka di waktu tertentu di masa yang akan datang.
Citra diri yang diarapkan
berada di antara citra diri aktual dan citra diri idea
l, yang merupakan kombinasi yang berorientasi ke masa depan antara ”apa adanya”(citra diri aktual) dan ”menjadi” apa yang diingini konsumen (citra diri ideal)sehingga dijadikan pedoman untuk merancang dan mempromosikan produk. Konsep citra diri mempunyai implikasi strategis bagi para pemasar yaitu dengan membagi pasar mereka atas dasar citra konsumen yang relevan dan kemudian mengatur posisi produk atau jasa mereka menurut posisi citra diri tersebut.
l, yang merupakan kombinasi yang berorientasi ke masa depan antara ”apa adanya”(citra diri aktual) dan ”menjadi” apa yang diingini konsumen (citra diri ideal)sehingga dijadikan pedoman untuk merancang dan mempromosikan produk. Konsep citra diri mempunyai implikasi strategis bagi para pemasar yaitu dengan membagi pasar mereka atas dasar citra konsumen yang relevan dan kemudian mengatur posisi produk atau jasa mereka menurut posisi citra diri tersebut.
Perluasan Diri
Saling keterkaitan antara
citra-diri konsumen dan kepemilikannya (barang-barang yang mereka sebut ”milik”
mereka) menegaskan atau memperluas citra diri mereka. Contohnya, seorang anak
belasan tahun dapat memandang dirinya sebagai ”lebih didambakan, lebih modern,
dan lebih sukses” karena ia memiliki ”sepasang sepatu karet model tahun
terakhir” yang diburu banyak emosi manusia dapat dihubungkan dengan kepemilikan
yang berharga sehingga kepimilikan tersebut dapat dianggap sebagai perluasan
diri. Kepemilikan dapat memperluas diri dengan beberapa cara:
1.Secara
aktual, dengan memberi kesempatan seseorang melakukan hal-hal yang biasanya
akan sangat sulit atau mustahil diselesaikan sendiri.
2.Secara simbolis, dengan
membuat orang itu merasa lebih baik atau ”lebih
besar”.
besar”.
3.Dengan memberikan status
atau peringkat.
4.
Dengan memberikan perasaan abadi dengan mewariskan barang milik yang berharga
kepada angggota keluarga yang lebih muda.
5.Dengan memberkahi dengan
kekuatan gaib.
Mengubah Diri
Kadang-kadang para konsumen
ingin mengubah diri mereka menjadi pribadi yang berbeda ”bertambah baik”.
Pakaian, alat bantu perawatan atau kosmetik, dan segala macam asesori
memberikan peluang kepada konsumen untuk mengubah penampilan mereka dan dengan
cara demikian mengubah pribadi mereka. Dengan berbagai produk untuk mengubah
diri, para konsumen serring menyatakan individualisme dan keunikan mereka
dengan menciptakan pribadi yang baru, dengan mempertahankan pribadi yang sudah
ada, dan memperluasnya.
Keangkuhan Dan Perilaku Konsumen
Keangkuhan Dan Perilaku Konsumen
Menurut hasil penelitian,
ada dua jenis keangkuhan :
1. Keangkuhan fisik,
perhatian yang berlebihan terhadap dan/atau pandangan
yang positif atau terlalu
tinggi terhadap penampilan fisik seseorang.
2. Keangkuhan prestasi,
perhatian yang berlebihan terhadap dan /atau pandangan yang positif atau
terlalu tinggi terhadap prestasi pribadi seseorang.
Kedua gagasan ini berkaitan dengan materialisme, pemakaian kosmetik, perhatian pada pakaian, dll
Kedua gagasan ini berkaitan dengan materialisme, pemakaian kosmetik, perhatian pada pakaian, dll
6.
KEPRIBADIAN ATAU DIRI YANG SESUNGGUHNYA
Gagasan kepribadian virtual
atau diri virtual memberi kesempatan kepada individu untuk mencoba kepribadian
yang berbeda atau identitas yang berbeda. Jika kepribadian itu sesuai, maka
kepribadian dapat ditingkatkan, orang mungin akan memutuskan untuk memelihara
kepribadian baru dengan memperbaiki kepribadian lama. Adanya internet telah
mendefinisikan kembali identitas manusia dengan menciptakan ”pribdi online”.
Dari sudut pandang perilaku konsumen, kesempatan untuk mencoba kepribadian baru
dapat menimbulkan perubahan dalam bentuk perilaku membeli yang dipilih, yang
pada gilirannya dapat memberikan peluang baru kepada para pemasar untuk
menargetkan berbagai ”pribadi online”.
7. POLA DAN JENIS-JENIS
KEPRIBADIAN
Pola Kepribadian
Elizabeth B. Hurlock
mengemukakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang
multi dimensi yang terdiri atas self-concept sebagai inti atau pusat
grafitasi kepribadian dan traits sebagai struktur yang mengintegrasikan
kecenderungan pola-pola respon. Masing-masing pola itu dibahas dalam paparan
berikut.
Self Concept (Concept of
Self)
Self-Concept ini dapat diartikan
sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan, atau sikap seseorang tentang dirinya
sendiri; (b) kualitas pensipatan individu tentang dirinya sendiri; (c) suatu
sistem pemaknaan individu tentang dirinya sendiri dan pandangan orang lain
tentang dirinya.
Self-concept ini memiliki tiga
komponen, yaitu: (a) perceptual atau phsycal self-concept, citra
seseoarang tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuh atau bodynya),
seperti: kecantikan, keindahan atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau
psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuan
(kelemahan) dirinya, dan masa depannya, serta meliputi juga kualitas
penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courage,
dan (c) attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya,
sikapnya terhadap keberadaan dirinya, sikapnya terhadap keberadaan dirinya
sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan
keterhinaannya. Apabila seseorang telah masuk masa dewasa, komponen ketiga ini
terkait juga dengan aspek-aspek: keyakinan, nilai-nilai, idealita, aspirasi,
dan komitmen terhadap filsafat hidupnya.
Dilihat dari jenisnya, self-concept
ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
a. The Basic Self-Concept
Jame menyebutnya sebagai real
self, yaitu konsep seseorang tentang dirinya sebagaimana apa adanya. Jenis
ini meliputi : persepsi seseorang tentang penampilan dirinya, kemampuan dan
ketidak mampuannya, peranan dan status dalam kehidupannya, dan nilai-nilai,
keyakinan, serta aspirasinya.
b. The Transitory
Self-Concept
Ini artinya bahwa seseorang
memiliki self-concept yang pada suatu saat dia memegangnya, tetapi pada
saat lain dia melepaskannya. Self-concept ini mungkin menyenangkan,
tetapi juga tidak menyenangkan. Kondisinya sangat situasional, sangat
dipengaruhi oleh suasana perasaan (emosi), atau pengalaman yang telah lalu.
c. The Social
Self-Concept.
Jenis ini berkembang
berdasarkan cara individu mempercayai orang lain yang mempersepsi dirinya, baik
melalui perkataan maupun tindakan. Jenis ini sering juga dikatakan sebagai mirror
image. Contoh : jika kepada seorang anak secara terus menerus dikatakan
bahwa dirinya naughty (nakal), maka dia akan mengembangkan konsep
dirinya sebagai anak yang nakal. Perkembangan konsep diri sosial seseorang
dipengaruhi oleh jenis kelompok sosial dimana dia hidup, baik keluarga,
sekolah, teman sebaya atau masyarakat. Jersild mengatakan apabila seoarang anak
diterima, dicintai, dan dihargai oleh orang-orang yang berarti baginya (yang
pertama orang tuanya, kemudian guru, dan teman), maka anak dapat mengembangkan
sikap untuk menerima dan menghargai dirinya sendiri. Namun apabila orang-orang
yang berarti (significant people) itu menghina, menyalahkan, dan
menolaknya, maka anak akan mengembangkan sikap-sikap yang tidak menyenangkan
bagi dirinya sendiri.
d. The Idea Self-Concept
konsep diri ideal merupakan
persepsi seseorang tentang apa yang diinginkan mengenai dirinya, atau keyakinan
apa yang seharusnya mengenai dirinya. Konsep diri ideal ini terkait denga citra
fisik maupun psikis. Pada masa anak terdapat diskrepansi yang cukup renggang
antara konsep diri ideal dengan konsep diri yang lainnya. Namun diskrepansi itu
dapat berkurang seiring dengan berkembangnya usia anak (terutama apabila
seseorang sudah masuk usia dewasa).
8. NILAI
Pola yang dapat kita lihat
dari nilai adalah perubahan perilaku dan alasan seseorang dalam membelanjakan
uang atau sember daya yang mereka kelola dan mereka miliki. Semakin tinggi
mereka menilai dari suatu barang dan jasa terhadap kehidupan, maka makin tinggi
pula apresiasi mereka dalam memandang barang dan jasa tersebut dari segi
konsumsi.
Contohnya adalah jika
seseorang memandang bahwa jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah sesuatu
yang mutlak dan penting, maka ia akan berusaha untuk memperoleh pendidikan yang
layak, walaupun tentu ada uang yang harus ia keluarkan untuk hal tersebut. Dan
sebaliknya, alau seseorang menmandang pendidikan sebagai sesuatu yang kurang
begitu penting bagi dirinya, maka ia tidak akan berusaha untuk memperoleh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Walaupun ia sebenarnya memiliki kemampuan
untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.
9. GAYA HIDUP
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan pola
hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang
dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah
bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan
oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan
seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus
kehidupan.
Konsep gaya hidup konsumen
sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang
hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka.
Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang
memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka
terhadap sesuatu.
Gaya hidup yang diinginkan
oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan
selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu
tersebut.
Berbagai faktor dapat
mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas
sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa
perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih
terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan
penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan
lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga
meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.
Sumber
:
–
www.google.com
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/11/kepribadian-nilai-dan-gaya-hidup-dalam-perilaku-konsumen/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar