IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
NAMA
: MUHAMMAD IQBAL KHOZIANA
NPM :
14211877
KELAS
: 4EA17
TUGAS KE : 3 SOFTSKILL (ETIKA BISNIS)
IKLAN
DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
ABSTRAK
Muhammad Iqbal Khoziana, 4EA17, 14211877
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Makalah. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma, 2014
Kata kunci : Iklan Dalam Etika dan
Estetika
Penulisan yang berjudul “Iklan Dalam Etika dan
Estetika “ ini membahas tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi
kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Makalah ini dilatarbelakangi oleh
penerapan etika dan estetika dalam iklan yang dilakukan sebuah perusahaan untuk
menarik perhatian konsumen. Metode penulisan ini dengan cara mengumpulkan
berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di internet.
Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata ada beberapa prinsip dan
tanggung jawab moral yang harus dilakukan perusahaan dalam membuat sebuah
iklan. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan bahwa Dalam periklanan kita tidak
dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan
hak-hak konsumen. Tulisan ini mencoba memaparkan etika dalam iklan. Untuk
itulah perlu ada prinsip – prinip yang perlu diperhatikan dalam dunia
periklanan agar segi negative dari iklan tersebut dikurangi. Sehingga iklan
harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan,
secara kondisional iklan di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada
konsumen. Karena iklan itu harus dibuat semenarik mungkin dan sedramatis
mungkin sehingga mau tidak mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya.
Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh
mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam
mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada
masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak
jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dan
informasi produsen. Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak
sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat
tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak
mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.
Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang
disajikan media – media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan –
akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari untuk sebagian besarnya
dikondisikan oleh iklan.
Tanpa kita sadari, iklan ternyata sungguh – sungguh
ditampilkan sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang mempengaruhi sebagian
besar hidup kita, terutama sehubungan dengan upaya mendapatkan barang dan jasa
pemuas kebutuhan. Apalagi iklan – iklan tersebut disiarkan lewat media radio
atau ditayangkan lewat layar televisi.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah pada penulisan
ini adalah .
1. Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
2. Keuntungan dan Kerugian Iklan
3. Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
1.3 Batasan
masalah
Batasan
masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahas bagaimana seharusnya
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat
dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.4 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulis untuk memenuhi tugas softskill
mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan tentang Iklan dalam
Etika dan Estetika apa saja. Maksud dari penulisan ini adalah :
1. Untuk
mengetahui iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang dan jasa
kepada konsumen.
2. Untuk mengetahui bagaimana tata karma
dari isi iklan tersebut.
3. Dapat memberikan gambaran/kriteria
dalam pengambilan keputusan serta sebagai alat evaluasi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.
Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa
dilakukanatau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens,
2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam
dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih
mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti
berikut :
1. nilai
dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya,
jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini
bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan
asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik
Jurnalistik
3. ilmu
tentang yang baik atau buruk.
2.2 Pengertian Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan
dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan
harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh
target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui
media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia,
golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun
bisnis.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu
:
-
Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan”
produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk
yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
-
Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen.
Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif
(kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam
menentukan harga jualnya.
-
Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati
media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan
(bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya
media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan
mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan.
2.3 Pengertian Konsumen dan Hak Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Hak – hak konsumen
antara lain :
-
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
-
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
-
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
-
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
-
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
-
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
-
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
-
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
-
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu
:
-
Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan”
produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk
yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
-
Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen.
Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif
(kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam
menentukan harga jualnya.
-
Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati
media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan
(bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya
media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan
mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan.
2.3 Pengertian Konsumen dan Hak Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Hak – hak konsumen
antara lain :
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
-
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam tugas
ini, penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu dengan membaca
referensi – referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam tugas
ini.
Penulis juga memperoleh data dari pengetahuan yang
penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari data melalui media elektronik
seperti menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas tentang iklan
dalam etika dan estetika.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
4.1.1. Sejarah Periklanan
Secara mendasar, upaya periklanan telah dimulai
sejak ribuan tahun yang lalu. Banyak penemuan-penemuan purbakala yang
mengungkapkan adanya bukti kegiatan promosi dan periklanan sejak jaman dahulu,
walaupun masih dilakukan dalam bentuk yang sangat sederhana. Sejarah periklanan
telah dimulai ribuan tahun lalu, ketika bangsa-bangsa di dunia mulai melakukan
pertukaran barang. Wright (dalam Liliweri, 1992) mencatat bahwa kira-kira 3000
tahun sebelum Masehi, bangsa Mesopotamia dan Babilonia telah meletakkan
dasar-dasar periklanan seperti yang terlihat sekarang ini. Pada jaman itu,
pedagang-pedagang menyewa perahu-perahu dan menyuruh pedagang keliling
mengantarkan hasil produksi ke konsumen yang tinggal di pedalaman dengan
menggunakan teknik pemasaran door to door. Pada jaman Yunani dan Romawi,
teknik beriklan mengalami perkembangan . Pada jaman ini telah dikenal
perdagangan antarkota dimana iklan pada terekota dan perkamen sudah mulai
digunakan untuk kepentingan Lost & Found (Kasali, 1995). Pada masa inilah
mulai disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para
pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu
orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Pada zaman Caesar,
banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai tanda dan symbol atau
papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Periklanan memasuki babak sejarah yang sangat
penting ketika kertas ditemukan pada tahun 1215 di Cina dan mesin cetak diciptakan Johann
Gutenberg pada tahun 1450. Sejak itu medium-medium kuno ditinggalkan.
Orang beralih ke pamphlet atau selebaran-selebaran untuk menginformasikan atau
menjual sesuatu. Selebaran dan pamflet inilah yang menjadi cikal bakal munculnya
surat kabar, sebuah medium klasik yang sampai sekarang tetap menjadi pilihan
pengiklan sebagai medium utama.Periklanan mengalami perkembangan yang luar
biasa cepat seiring dengan tumbuhnya era industri. Populasi penduduk dunia
meningkat, industri-industri baru tumbuh dan iklan menempati posisi yang
penting untuk mendorong penjualan. Sampai abad 19, belum ada perusahaan
periklanan (advertising agency) baik di Eropa maupun di Amerika. Jadi, siapapun
yang ingin mengiklankan sesuatu harus berhubungan dengan surat kabar. Sekitar
tahun 1800-an, kerumitan dan kesulitan diantara pengiklan dan surat kabar mulai
berkembang. Para pengiklan merasakan kebutuhan untuk menjangkau khalayak yang
lebih luas, bukan hanya masyarakat yang tinggal satu kota dengannya saja –
sebagaimana distribusi surat kabar pada masa itu. Perkembangan itulah yang
melahirkan kebutuhan perlunya penghubung antara surat kabar dengan pengiklan.
Hower mencatat dua nama pertama yang bertindak sebagai advertising agent, yaitu
Volney B. Palmer di Philadelphia dan John Hooper di New York. Oleh orang-orang
sesudah mereka, bisnis tersebut dikembangkan ke dalam sebuah institusi yang
disebut advertising agency.
Karena memiliki tanggung jawab moral dan interaksi
yang cukup banyak dengan beragam segmen, para praktisi periklanan di sekitar
abad 19 mulai meletakkan standar-standar periklanan yang lebih baik. Sebagai
contoh, FW Ayer & Son yang didirikan di Philadelphia menjadi advertising
agency tertua yang memberi tatanan modern pada bisnis periklanan. Agency yang
didirikan Francis Wayland Ayer ini memperbaiki teknik-teknik periklanan dan
memajukan standar layanan sebuah agency, termasuk mengembangkan prinsip-prinsip
etika bagi sebuah bisnis yang sukses.
Beberapa standar penting yang berlaku saat ini
merupakan ‘peninggalan’ para praktisi periklanan di abad 19 maupun awal-awal
abad 20, seperti besarnya persentase komisi bagi agency sebesar 15% yang
berlaku pada tahun 1917 maupun pembagian aktifitas perusahaan periklanan ke
dalam 3 bidang dasar yaitu: account, creative dan media.
4.1.2. Perkembangan Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia telah ada sejak
lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat di surat kabar
telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di Manado pada
tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8 halaman dengan
4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar tersebut bukan
hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang mencantumkan
iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan periklanan
melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar “De
Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan di
kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan
belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam
perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan iklan
sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
4.1.3. Fungsi Periklanan
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi
informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang
semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif.
4.2. Keuntungan dan Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi
kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan, paling
kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh dari iklan,
yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan
agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :
Bidang ekonomi
Dalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan
merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen
(pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para
peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan
maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung
terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan
untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan
maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Sementara bagi
masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di
mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah
dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny
Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan
citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh Sri Paus
Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai media pembentuk
masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barang dan
jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang dan
jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to
be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang bisa
meningkatkan standar hidup konsumen.
Bidang Politis
Seringkali juga media assa menampilkan atau
menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh
tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa, tetapi
sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan
iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala
kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai
konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.
Bidang Kultural
Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya
dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral, tetapi juga
intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti
mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan.
Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secara
kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan cerminan
dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun masyarakat dunia
pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas masyarakat miskin
atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan dan dinamisme
kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan menginformasikan barang
dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu berarti
sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguh
adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan kebutuhan-kebutuhan
baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang malah mengasingkan masyarakat
dari kebudayaannya sendiri.
Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan
kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala
bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan
juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang
tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna
dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.
Bidang Moral dan Agama
Ajaran-ajaran moral dan agama juga sering kali
disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut kepatuhan
kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan conta kasih
kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai
kesehatan dan pendidikan, dll bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arh
kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Maka sebenarnya yang perlu diusahakan bukannya
meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari iklan yang obsesi
utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat konsumtif dengan seluruh
konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita setuju dengan analisis Dr. Gregory
Baum, bahwa media massa dan iklan cendrung mengkonstruksi realitas dan bahwa
realitas tersebut umumnya bersifat konsumtif-materialistis yang sungguh-sungguh
mensugesti manusia untuk secara niscaya menanggapinya, maka bahaya pengrusakan
lingkungan karena mentalitas hidup konsumtif sungguh-sungguh serius. Sama
seperti yang ditegaskan dokumen kepausan mengenai etika dalam iklan, komitmen
untuk mencegah upaya pengrusakan lingkungan ada pada mereka yang berkehendak
baik, yang mau mengusahakan sebuah kehidupan bersama yang utuh dan integral,
baik antara manusia maupun dengan lingkungan tempat kediamannya.
4.3. Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa
dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah :
1) Masalah kejujuran dalam iklan,
2) Masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
3) Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh
iklan.
Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh
dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah
etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M.
Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam
mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi
(bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan
“perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa
bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya
menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang
ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah
sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa.
Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya
manipulasi dengan motif apa pun juga.
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia
sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif
(imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung
jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang
ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi
salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan
dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa
dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau
tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan
dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat
manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi
karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan,
mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang
dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan
jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.
Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media
informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun
dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi
masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa
pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan
barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya
dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini,
meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan
dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas
sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas
dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial
yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin
berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan
fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan
masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa
diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk
investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar
masyarakat.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat
lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan
hak-hak konsumen.
5.2
Saran
Dalam penulisan ini penulis
memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat
yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen.
Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan
tidak hanya memikirkan keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 1991.
2.Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial
tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16,
16 April 1997.
3. Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical
Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar